Selasa, 14 November 2017

Makalah Belajar dan Pembelajaran 'Teori-Teori Konteks Sosial'

TEORI-TEORI KONTEKS SOSIAL

TUGAS MAKALAH TEORI-TEORI KONTEKS SOSIAL
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN YANG DIAMPU OLEH :
Ali Sadikin, S.Pd, M.Pd.
Desfaur Natalia, S.Pd, M.Pd.
M.Erick Sanjaya, S.Pd, M.Pd.
Serly Zumeri, S.Pd, M.Pd.

DISUSUN OLEH :
Kelompok 6
Dinah Alifah                 A1C416061
Fajrini Wimarhadin     A1C416059
Yunike Elfawina           A1C416053
Yesi Repwinda              A1C416075
Gita Suryani                 A1C416021






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017



KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang telah di tentukan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan pada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, sampai akhir zaman. Makalah Mata Kuliah Belajar Dan Pembelajaran yang berjudul “Teori Belajar Konteks Sosial” dapat terselesaikan tepat waktu.
Dengan selesainya makalah ini tak lupa penyusun menyampaikan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu, menyumbangkan pikirannya, memberi kritik dan saran yang membangun sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Akhirnya penyusun harapkan agar hasil dari makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembelajaran selanjutnya.


Jambi,  15 Oktober 2017


Penyusun




BAB I

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Pesatnya perkembangan globalisasi yang terjadi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, khususnya gaya hidup sebagian masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin bergesernya nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru. Menghadapi tantangan ini, sebagian masyarakat yang sangat peduli terhadap perubahan tersebut tidak ingin ketinggalan dan akan berusaha mengimbangi perubahan tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan belajar. Masyarakat perlu belajar tentang pertumbuhan dan perkembangan manusia agar dapat mengaplikasikan dirinya dengan baik di dalam kehidupan. Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan lainnya. Salah satu psikolog yang terkenal dengan teori pembelajaran adalah Albert Bandura. Teori Bandura yang sangat terkenal adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) yang menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman, dan evaluasi.
Perkembangan pengetahuan sejalan dengan perkembangan berbagai teori belajar, karena pengetahuan salah satunya diperoleh dengan belajar, sehingga tidak mustahil bermunculan teori-teori belajar antara lain, teori belajar kognitifisme, humanistik, behaviorisme dan lain-lain, yang masing-masing teori mempunyai kelemahan dan kelebihan.
Mencermati berbagai teori-teori belajar dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Lev Vygotsky, dalam teorinya menjelaskan pada pentingnya hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan, bahwa interaksi sosial merupakan faktor terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif seseorang. Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara evisien dan efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan lingkungan yang mendukung dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu yaitu, guru atau orang dewasa. Dan berdasarkan teori inilah, kami membuat makalah ini sebagai pembelajaran bagaimana teori belajar sosial itu dan pengimplikasiaannya dalam pendidikan.

1.2 RumusanMasalah

1.2.1 Teori Bandura
     1.2.1.1. Apakah yang dimaksud dengan Belajar sosial?
     1.2.1.2. Bagaimanakah teori belajar sosial itu?
     1.2.1.3. Bagaimana eksperimen Albert Bandura?
     1.2.1.4. Apa jenis-jenis dari permodelan?
     1.2.1.5. Bagaimana karektistik-karektistik model yang efektif?
     1.2.1.6. Apa kelemahan dan Kelebihan teori belajar sosial Bandura?
     1.2.1.7. Bagaimana implikasinya dalam pendidikan dari teori belajar sosial?

1.2.2  Teori Vygostsky
      1.2.2.1.
 Apa yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivisme menurut Vygotsky?
      1.2.2.
2. Apa saja prinsip dan konsep yang mendasari teori belajar konstruktivisme?
      1.2.2.
3. Bagaimana pembelajaran dalam teori belajar konstruktivisme?
      1.2.2.
4. Apa saja kelemahan dan kelebihan teori belajar konstruktivisme?

1.3 Tujuan

1.3.1. Teori Bandura
     1.3.1.1. Memahamipengertianbelajar sosial.
     1.3.1.2. Memahami teori belajar sosial.
     1.3.1.3. Mengetahuieksperimen Albert Bandura.
     1.3.1.4. Memahami jenis-jenis dari permodelan.
     1.3.1.5. Memahami karektistik-karektistik model yang efektif.
     1.3.1.6. Memahami kelebihan dan kelemahanteori belajar social Bandura.
     1.3.1.7. Memahami implikasi teori belajar sosial dalam pendidikan.

1.3.2 .Teori Vygostsky
1.3.2.1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivisme menurut       Vygotsky.
1.3.2.2. Mengetahui prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang mendasari teori belajar konstruktivisme.
                  1.3.2.3. Mengetahui pembelajaran dalam teori belajar konstruktivisme.
                  1.3.2.4. Mengetahui kelemahan dan kelebihan teori belajar konstruktivisme.

BAB II.

PEMBAHASAN


2.1 Teori Bandura

2.1.1 Pengertian Belajar Sosial

a. Pengertian Belajar
Hamalik berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku berkat pelatihan dan pengalaman. Belajar merupakan suatu proses dan bukan semata-mata hasil yang hendak dicapai. Menurut kamus umum bahasa Indonesia ditulis bahwa “ belajar: “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu” Dari arti atau defenisi maka belajar merupakan suatu kegiatan atau aktivitas. Menurut Wikipedia bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang di dalamnya terdapat sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, tidak bisa menjadi bisa untuk mencapai hasil yang optimal. Berdasarkan definisi diatas maka belajar adalah suatu proses tingkah laku yang dari awalnya tidak tahu menjadi tahu.

b.Pengertian Sosial
Menurut Lewis sosial adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan dan ditetapkan dalam interaksi sehari-hari antara warga negara dan pemerintahannya. Menurut Peter Herman Sosial adalah sesuatu yang dipahami sebagai suatu perbedaan namun tetap merupakan sebagai satu kesatuan.Jadi sosial arti sempitnya berarti kemasyarakatan, dimana sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran orang lain. Kehadiran itu bisa nyata anda lihat dan anda rasakan, namun juga bisa hanya dalam bentuk imajinasi. Setiap anda bertemu orang meskipun hanya melihat atau mendengarnya saja, itu termasuk situasi sosial. Begitu juga ketika anda sedang menelpon, atau chatting (ngobrol) melalui internet.

c.Pengertian Belajar Sosial
Berdasarkan kedua kesimpulan diatas maka belajar sosial adalah suatu proses tingkah laku dimana kita mengamati, bahkan meniru suatu pola perilaku orang lain  (masyarakat) yang awalnya tidak tahu menjadi tahu. Menurut Alex Sobur (2003) sendiri Belajar sosial adalah belajar yang bertujuan memperoleh ketrampilan dan pemahaman terhadap masalah-masalah sosial, penyesuaian terhadap nilai-nilai sosial dan sebagainya. Termasuk belajar jenis ini misalnya belajar memahami masalah keluarga, masalah penyelesaian konflik antar etnis atau antar kelompok, dan masalah-masalah lain yang bersifat sosial.

2.1.2 Teori Belajar Sosial

Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Iaseorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
  Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, factor social mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya. Albert Bandura merupakan salah satu peracang teori kognitif social. Meourut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.


Gambar 2.1: Hubungan antara tingkah laku (behavioristic), person/kognitif, dan Lingkungan belajar (Learning environment) menurut Bandura.
Teori Belajar Sosial (Social Learning) oleh Bandura menekankan bahwa kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu – individu lain yang menjadi model. Bandura menyatakan bahwa orang belajar banyak perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning"  atau  pembelajaran melalui pengamatan. Selama jalannya Observational Learning, seseorang mencoba melakukan tingkah laku yang dilihatnya dan reinforcement/ punishment berfungsi sebagai sumber informasi bagi seseorang mengenai tingkah laku mereka.
Teori belajar sosial ini menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang berkembang melalui proses pengamatan, di mana orang belajar melalui observasi atau pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama pemimpin atau orang yang dianggap mempunyai nilai lebih dari orang lainnya. Istilah yang terkenal dalam teori belajar sosial adalah modeling (peniruan). Modeling lebih dari sekedar peniruan atau mengulangi perilaku model tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif.
Menurut Bandura (1986) mengemukakan empat komponen dalam proses belajar meniru (modeling) melalui pengamatan, yaitu:
1.      Atensi/ Memperhatikan
Sebelum melakukan peniruan terlebih dahulu, orang menaruh perhatian terhadap model yang akan ditiru. Keinginan untuk meniru model karena model tersebut memperlihatkan atau mempunyai sifat dan kualitas yang hebat, yang berhasilk, anggun, berkuasa dan sifat-sifat lain. Dalam hubungan ini Bandura memberikan contoh mengenai pengaruh televisi dengan model-modelnya terhadap kehidupan dalam masyarakat, terutama dalam dunia anak-anak.
Keinginan memperhatikan dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan dan minat-minat pribadi. Semakin ada hubungannya dengan kebutuhan dan minatnya, semakin mudah tertarik perhatiannya; sebaliknya tidak adanya kebutuhan dan minat, menyebabkan seseorang tidak tertarik perhatiannya.



2.      Retensi/ Mengingat
Setelah memperhatikan dan mengamati suatu model, maka pada saat lain anak memperlihatkan tingkah laku yang sama dengan model tersebut. Anak melakukan proses retensi atau mengingat dengan menyimpan memori mengenai model yang dia lihat dalam bentuk simbol-simbol. Bandura mengemukakan kedekatan dalam rangsang sebagai faktor terjadinya asosiasi antara rangsang yang satu dengan rangsang yang lain bersama-sama. Timbulnya satu ingatan karena ada rangsang yang menarik ingatan lain untuk disadari karena kualitas rangsang-rangsang tersebut kira-kira sama atau hampir sama dan ada hubungan yang dekat.
Bentuk simbol-simbol yang diingat ini tidak hanya diperoleh berdasarkan pengamatan visual, melainkan juga melalui verbalisasi. Ada simbol-simbol verbal yang nantinya bisa dtampilkan dalam tingkah laku yang berwujud. Pada anak-anak yang kekayaan verbalnya masih terbatas, maka kemampuan meniru hanya terbatas pada kemampuan mensimbolisasikan melalui pengamatan visual.

3.      Memproduksi gerak motorik
Supaya bisa mereproduksikan tingkah laku secara tepat, seseorang harus sudah bisa memperlihatkan kemampuan–kemampuan motorik. Kemampuan motorik ini juga meliputi kekuatan fisik. Misalnya seorang anak mengamati ayahnya mencangkul di ladang. Agar anak ini dapat meniru apa yang dilakukan ayahnya, anak ini harus sudah cukup kuat untuk mengangkat cangkul dan melakukan gerak terarah seperti ayahnya.

4.      Ulangan – penguatan dan motivasi
Setelah seseorang melakukan pengamatan terhadap suatu model, ia akan mengingatnya. Diperlihatkan atau tidaknya hasil pengamatan dalam tingkah laku yang nyata, bergantung pada kemauan atau motivasi yang ada. Apabila motivasi kuat untuk memperlihatkannya, misalnya karena ada hadiah atau keuntungan, maka ia akan melakukan hal itu, begitu juga sebaliknya. Mengulang suatu perbuatan untuk memperkuat perbuatan yang sudah ada, agar tidak hilang, disebut ulangan– penguatan.Dalam tumbuh kembang anak, teori ini sangat berguna sebagai bentuk acuan pembelajaran yang tepat untuk anak. Orang tua, guru, atau pihak-pihak lain dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak dengan menerapkan teori ini. mereka dapat lebih memahami tindakan apa yang pantas atau tidak untuk ditunjukkan kepada anak sebagai bentuk pembelajaran dan pembentukan pola tingkah laku diri.

2.1.3 EksperimenAlbert Bandura

Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya. Albert Bandura seorang tokoh teori belajar social ini menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan “permodelan “. Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek perhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang optimum kepada pemahaman pelajar.

Eksperimen Pemodelan Bandura :

KUMPULAN A = Disuruh memerhati sekumpulan orang dewasa memukul, menumbuk, menendang dan menjerit kearah patung besar Bobo.
Hasil = Meniru apa yang dilakukan orang dewasa malahan lebih agresif.

KUMPULAN B = Disuruh memerhati sekumpulan orang dewasa bermesra dengan patung besar Bobo.
Hasil = Tidak menunjukkan sebarang tingkah laku agresif seperti kumpulan

Rumusan:
Tingkah
laku kanak-kanak dipelajari melalui peniruan/ permodelan.


Hasil keseluruhan eksperimen:
Kumpulan A menunjukkan tingkah laku lebih agresif dari orang dewasa. B tidak menunjukkan tingkah laku agresif.

RUMUSAN:
Tingkah
laku peniruan/permodelan adalah hasil dari peneguhan.


Gambar2.3 : Gambar Pemodelan Albert Bandura

Subjek terdiri dari pada kanak-kanak pra sekolah. Subjek dalam kumpulan eksperim mental didedahkan kepada model manusia sebenar, kartun atau model dalam film yang terlibat dengan tingkah laku agresif terhadap patung (doll) plastik yang besar. Subjek-subjek itu mungkin memukul dengan kayu, menendang atau menumbuk patung plasktik itu. Manakala dalam kumpulan kawalan, subjek melihat model-model yang sama tidak melakukan apa-apa pun terhadap patung plastik. Hasil kajian menunjukkan bahawa kanak-kanak dalam kumpulan eksperimen mempamerkan tingakahlaku agresif apabila dibiarkan bersama patung plasti berkenaan.

2.1.4 Jenis-jenis Permodelan

Jenis – jenis permodelan:
1. Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling , yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.



2. Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh : Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.

3. Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.

4. Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.

5. Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.

 Hal lain yang harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip -prinsip sebagai berikut :
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara perilaku yang ditiru dituangkan dalam kata – kata, tanda atau gambar daripada hanya melihat saja. Sebagai contoh : Belajar gerakan tari dari pelatih memerlukan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan seterusnya ditiru oleh para pelajar pada masa yang sama, kemudian proses meniru akan efisien jika gerakan tari tadi juga didukung dengan penayangan video, gambar, atau kaedah yang ditulis dalam buku panduan.

2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.

3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Teori belajar social dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi tingkah laku. Proses belajar masih berpusat pada penguatan, hanya terjadi secara langsung dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sebagai contoh : Penerapan teori belajar social dalam iklan sabun ditelevisi. Iklan selalu menampilkan bintang – bintang yang popular dan disukai masyarakat, hal ini untuk mendorong konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para “bintang “.
Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan karakteristik modelnya. Ciri – cirri model seperti usia, status social, seks, keramahan, dan kemampuan, penting dalam menentukan tingkat imitasi. Anak – anak lebih senang meniru model seusianya daripada model dewasa. Anak – anak juga cenderung meniru model yang sama prestasinya dalam jangkauannya. Anak – anak yang sangat dependen cenderung imitasi model yang dependennya lebih ringan. Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan observernya.

2.1.5.   Karakteristik Model yang Efektif

Menurut Jeanne Ellis ormrod (2008) ada 4 karakteristik dari beberapa model yaitu:
1.Kompetensi:pembelajar biasanya meniru orang-orang yang melakukan sesuatu dengan baik, bukan sebaliknya. Mereka akan mencoba meniru keterampilan bermain bola dariseorang pemain bola professional yang sudah punya skill. Pembelajar mendapatkan manfaat tidak hanya dari mengamati apa yang dilakukan oleh model kompeten, melainkan juga dari melihat hasil dari hasil akhir yang telah diciptakan oleh model yang kompeten tersebut.
2.Prestise dan kekuasaan:Anak-anak remaja sering meniru orang yang terkenal atau orang yang berkuasa. Beberapa model yang efektif, pemimpin dunia, atlet terkenal, bintang rock popular adalah orang-orang yang terkenal di tingkat nasional maupun internasional. Jadi, selain sendiri mencontohkan perilaku yang diharapkan sebaiknya memajan (expose) siswa dengan berbagai model yang mungkin mereka anggap kompeten dan berprestise.
3.Perilaku “Sesuai-Jender”:Pembelajar paling mungkin mengadopsi perilaku yang mereka anggap sesuai dengan jender mereka. Individu yang berbeda, tentu saja, bisa mendefinisikan yang sesuai jender dengan agak berbeda. Sebagai contoh, beberapa anak perempuan mungkin menjauhkan diri dari berkarir di bidang matematika, yang mereka rasa terlalu maskulin.
4.Perilaku yang relevan dengan situasi pembelajar sendiri: pembelajar paling mungkin mengadopsi perilaku yang mereka yakini akan membantu mereka dalam situasi mereka. Sebagai contoh, seseorag siswa sekolah menengah lebih mungkin meniru cara berpakaian teman-teman sekelasnya yang popular jika dia berpikir dia dapat menjadi popular dengan mengenakan pakaian semacam itu.

Banyak penelitian telah dilakukan  mengenai dampak model pada tiga area: keterampilan akademis (academic skilss), agresi (aggression), dan perilaku intrapersonal (interpersonal behaviors).
1. Keterampilan Akademis (academic skills)
 Siswa mempelajari banyak keterampilan akademis, setidaknya sebagian, dengan mengamati apa yang dilakukan orang lain. Misalnya, mereka mungkin belajar bagaimana memecahkan soal pembagian yang panjang atau menulis karangan yang kohesif sebagian dengan mengamati bagaimana guru dan teman mereka melakukan hal tersebut. Pemodelan keterampilan akademik secara khusus dapat efektif ketika model memperagakan tidak hanya bagaimana melakukan suatu tugas, tapi juga bagaimana memikirkan tugas tersebut.

2.Agresi (aggression)
Banyak kajian penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak menjadi lebih agresif ketika mereka mengamati model yang agresif atau berperilaku kasar. Anak-anak mempelajari agresi tidak hanya dari model hidup (live models), tapi juga dari model simbolik (symbolic models) yang mereka lihat di film, televise, atau video game.

3.Perilaku Interpersonal
Dengan mengamati dan meniru orang lain, pembelajar mendapatkan banyak keterampilan interpersonal. Sebagai contoh, dalam kelompok kecil dengan teman-teman kelas, anak-anak bias mengadopsi strategi satu sama lain untuk melakukan diskusi mengenai kesusasteraan, mungkin belajar bagaimana meminta pendapat satu sama lain (“Bagaimana menurutmu, Jalisha?”), mengepresikan persetujuan atau ketidaksetujuan (“aku setuju dengan kordel karena …… “), dan membenarkan suatu sudut pandang (“aku pikir hal itu sebaiknya tidak diperbolehkan, karena ……”).


2.1.6  Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Sosial Bandura

a. Kelebihan
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata – mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri. Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning ( pembiasan merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social dan kognitif.

b.  Kelemahan
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru. Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan ( modeling ), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.

2.1.7 Implikasi Teori Belajar Sosial dalam Pendidikan

Berdasarkan Teori Pembelajaran Sosial yang dipelopori oleh Albert Bandura, pemerhati akan meniru setiap tingkah laku 'model' sekiranya tingkah laku model tersebut mempunyai ciri-ciri seperti bakat, kecerdasan, kuasa, kecantikan atau pun populariti yang diminati oleh pemerhati.Sudah tentu, sebagai seorang guru, kita sewajarnya turut mempunyai sedikit / sebanyak mengenai ciri-ciri yang disebutkan di atas. Ia secara tidak langsung amat berkait rapat terhadap proses pengajaran dan pembelajaran.
Antara implikasi yang berkait rapat dengan Teori Pembelajaran Sosial terhadap pengajaran dan pembelajaran yang pertama ialah sebagaiseorang guru, amat penting bagi kita memberi setiap orang murid peluang untuk memerhati dan mencontohi berbagai jenis model yang menunjukkan tingkah laku yang diingini.  Oleh yang demikian, kita hendaklah memastikan bahawa kita sendiri boleh menunjukkan tingkahlaku yang boleh diteladani serta memaklumkan kepada anak murid berkenaan kesan sesuatu tingkah laku yang tidak bermoral, melanggar norma-norma masyarakat dan undang-undang, bersifat eksploitasi dan manipulasi dan sebagainya. Kedua, kita sebagai guru perlu memastikan dan berusaha menyediakan persekitaran sosial yang kondusif agar modeling boleh berlaku. Perkara seperti memberi insentif, pengukuhan dan sokongan moral seharusnya diberi kepada murid-murid secara terus menerus bagi menggalakkan berlakunya tingkahlaku yang baik dalam kalangan murid-murid pada masa kini.
Selain itu, persembahan pengajaran seseorang guru seharusnya tersusun dan dapat menarik minat dan perhatian murid-murid serta seharusnya dapat dijadikan model untuk diikuti oleh mereka. Guru mestilah senantiasa  mahir dalam komunikasi agar setiap kali sesi demonstrasi pembelajaran di dalam kelas jelas,dapat dipahami dan dapat diikuti oleh murid dengan mudah dan tepat. Contohnya, jika guru mengajar cara-cara untuk menghasilkan lukisan, guru mestilah menerangkan dahulu langkah-langkahnya agar ia dapat diikuti oleh murid secara mudah.

Menurut Jeanne Ellis Ormrod (2008) yang membagi-bagi implikasi teori belajar sosial ke dalam 5 bagian berdasarkan asumsi-asumsi dasar teori kognitif sosial yaitu:



2.2 Teori Vygostsky
2.2.1.    Latar Belakang Tokoh
Nama lengkap Vygotsky adalah Lev Semonovich Vygotsky yang lahir tahun 1896 di Tsarist Russia, di suatu kota Orscha, Belorussia, dari keluarga kelas menengah Keturunan Yahudi. Dia tumbuh dan besar di Gomel, suatu   kota sekitar 400 mil bagian barat Moscow. Sewaktu dia masih muda, dia tertarik pada studi-studi kesusasteraan, analisis sastra, menjadi seorang penyair dan Filosof.
Memasuki usia 18 tahun, dia menulis suatu ulasan tentang Shakespeare’s Hamlet yang kemudian dimasukkan dalam satu dari berbagai tulisannya mengenai psikologi. Dia memasuki sekolah kedokteran di Universitas Moscow dan dalam waktu yang tidak lama kemudian dia pindah ke sekolah hukum sambil mengambil studi kesusasteraan pada salah satu universitas swasta. Dia menjadi tertarik pada psikologi pada umur 28 tahun.
Vygotsky mengajar kesusasteraan di suatu sekolah Provinsi, sebelum memberi kuliah psikologi pada suatu sekolah keguruan. Dia dipercaya membawakan kuliah psikologi walaupun secara formal tidak pernah mengambil studi psikologi. Dari sinilah dia semakin tertarik dengan kajian psikologi sehingga menulis disertasi Ph.D. mengenai ”Psychology of Art” di Moscow Institute of Psychology pada tahun 1925.
Vygotsky bekerja kolaboratif bersama Alexander Luria and Alexei Leontiev dalam membuat dan menyusun proposal penelitian yang sekarang ini dikenal dengan pendekatan Vygotsky. Selama hidupnya Vygotsky mendapat tekanan yang begitu besar dari pemegang kekuasaan dan para penganut idelogi politik di Rusia untuk mengadaptasi dan mengembangkan teorinya.
Setelah dia meninggal pada usia yang masih dibilang sangat muda (38 tahun), pada tahun 1934 akibat menderita penyakit tuberculosis (TBC), barulah seluruh ide dan teorinya diterima oleh pemerintah dan tetap dianut dan dipelajari oleh mahasiswanya. Kepeloporannya dalam meletakkan dasar tentang psikologi perkembangan telah banyak mempengaruhi sekolah pendidikan di Rusia yang kemudian teorinya berkembang dan dikenal luas di seluruh dunia hingga saat ini.

2.2.2  Pengertian Teori Belajar Menurut Vygotsky
Konstruktivisme adalah sebuah epistemologi atau penjelasan filosofis tentang sifat pembelajaran. Para teoritis mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diatur dalam diri seseorang tetapi terbentuk dalam dirinya. Dasar pemikiran inti konstruktivisme adalah proses kognitif ditempatkan dalam konteks fisik dan sosial.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu. Sebagai contohnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Schunk, 2012). Selanjutnya, Piaget juga menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Schunk, 2012). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Lingkungan sosial memengaruhi kognisi melalui objek kultural, bahasa, simbol-simbol, dan institusi sosial. Konsep utamanya adalah zone of proximal development (ZPD) yaitu, jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Teori Vygotsky yang lain adalah “scaffolding“. Scaffolding adalah memberikan kepada anak bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut serta memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, serta menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Sulit mengevaluasi kontribusi teori Vygotsky dalam pembelajaran karena kebanyakan penelitian masih terbilang baru dan banyak aplikasi pendidikan yang bukan merupakan bagaian dari teori, tetapi tamapak sesuai dalam konteks teori tersebut. Aplikasi yang mencerminkan ide Vygotsky adalah pemberian bantuan pengajaran, pengajaran timbal balik, kerja sama dengan teman sebaya, dan praktik magang.

2.2.3.  Prinsip dan Konsep Teori Belajar Konstruktivisme
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian  perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem  komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini  untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.

Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:

1.      Pembelajaran sosial (social leaning)
M
erupakan pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap.

2.      ZPD (zone of proximal development). 
Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya. Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Vygotsky membedakan antara actual development dan potential development  pada anak.Actual development menentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial developmentmembedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, di mana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.


3.      Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship). 
Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai.

4.      Pembelajaran Termediasi (mediated learning).
Vygostky menekankan pada scaffolding.Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa. 

Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, siswa yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Siswa harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Kreativitas dan keaktifan akan membantu siswa untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif sehingga belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian di implementasikan dan dijadikan ide untuk pengembangan konsep baru.
Aliran psikologi yang dipegang oleh Vygotsky lebih mengacu pada kontruktivisme karena ia lebih menekankan pada hakikat pembelajaran sosiokultural.  Dalam analisisnya, perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial secara aktif.

2.2.4.  Pembelajaran dalam Teori Belajar Konstruktivisme
Belajar dalam konsep sebuah setting konstruktivis bukan berarti membiarkan siswa melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Dalam kelas konstruktivis, difokuskan untuk mengatur lingkungan pembelajaran yang dapat membangun pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa secara efektif (Schunk, 2003). Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
1.      Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya 
2.       Menyokong pembelajaran secara kooperatif 
3.      Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa
4.      Mengajak siswa aktif dalam pembelajaran.
5.      Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
6.      Mendorong siswa agar mampu melakukan penyelidikan.
7.      Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
8.      Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu yang alami pada siswa.
9.      Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
10.  Menekankan pentingnya bagaimana siswa belajar.

Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3.      Murid aktif mengkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4.      Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.      Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6.      Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
7.      Menciptakan lingkungan kelas sebagai kelompok yang mendukung interaksi social.
8.      Guru menjadi model, motivator dan fasilitator bagi anak
9.      Membangun hubungan dengan semua anak dalam kelompok atau dengan anak secara perseorangan.
10.  Guru atau orang dewasa harus memiliki kemampuan yang diperlukan untuk memberi pijakan tepat bagi anak.

2.2.5.   Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Konstruktivisme
1.      Kelebihan
a)      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri.
b)      Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
c)      Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
d)      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks.
e)      Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
f)       Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

2.      Kelemahan
a)      Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga menyebabkan miskonsepsi.
b)      Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
c)       Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.









BAB III.

 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil  dari Makalah ini yaitu sebagai berikut:
·         Teori bandura  merupakan teori belajar sosial yang merupakan  suatu proses tingkah laku dimana kita mengamati, bahkan meniru suatu pola perilaku orang lain  (masyarakat) yang awalnya tidak tahu menjadi tahu.
·         Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan.
·         Ada lima jenis-jenis teori permodelan alber bandura yaitu Peniruan Langsung Peniruan Tak Langsung, Peniruan Gabungan, Peniruan Sesaat / seketika. Dan Peniruan Berkelanjutan.
·         Beberapa karakteristik dari model yang efektif untuk ditiru adalah Kompetensi, Prestise dan kekuasaan, Perilaku “Sesuai-Jender”, dan Perilaku yang relevan dengan situasi pembelajar sendiri. Mungkin dari orang yang anda tiru, ada ciri-ciri seperti diatas.
·         Kekurangan dari teori pembelajaran sosial yaitu adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru. Sedangkan kelebihan dari teori ini adalah lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif orang tersebut.
·          Implikasi Teori belajar sosial dalam pendidikan adalah hendaklah memastikan bahwa kita sendiri boleh menunjukkan tingkahlaku yang boleh diteladani serta memaklumkan kepada anak murid berkenaan kesan sesuatu tingkah laku yang tidak bermoral, sebagai guru perlu memastikan dan berusaha menyediakan persekitaran sosial yang kondusif agar modeling boleh berlaku, dan Selain itu, persembahan pengajaran seseorang guru seharusnya tersusun dan dapat menarik minat dan perhatian murid-murid serta seharusnya dapatdijadikan model untuk diikuti oleh mereka.
·         Yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivisme menurut Vygotsky adalah pentingnya menekankan interaksi individu dengan lingkungan social.
·         Prinsip yang mendasari teori belajar konstruktivisme menurut Vygotsky yaitu Pembelajaran Sosial (Social Learning),Zone of Proximal Development (ZPD), Masa magang kognitif (cognitif apprenticeship), dan Pembelajaran termediasi (mediated learning), sedangkan konsep dari teori belajar konstruktivisme yaitu Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development),Zona perkembangan proksimal (Zone of Proximal Development), dan Mediasi.
·          Pembelajaran dalam teori belajar konstruktivisme itu fokus untuk mengatur lingkungan pembelajaran yang dapat membangun pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa secara efektif (Schunk, 2003).
·         Kelebihan teori belajar konstruktivisme yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit, memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya, memikirkan perubahan gagasan mereka, memberikan lingkungan belajar yang kondusif sedangkan kelemahan dari teori belajar konstruktivisme yaitu hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli, membutuhkan waktu yang lama membangun pengetahuannya sendiri, dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.


3.2 Saran

Saran yang ingin kami sampaikan adalah bahwa kita sebagai pembelajar maupun yang nantinya akan menjadi model (contoh), hendaknya bersikap mengikuti sikap dan perilaku orang lain yang baik. Kita harus selektif dalam menirukan karena kita akan ditiru oleh peserta didik kita, sehingga apabila kita salah bertindak akan berpengaruh buruk pula pada peserta didik.

 



DAFTAR PUSTAKA


Ormrod, Jeanne. E. 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh Berkembang. Jakarta: Erlangga
Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Afni, Ulul. (2012). Teori Konstruktivisme menurut Vygotsky. Diakses dari
            20 September 2014.
Schunk, Dale H. (2012). Teori-teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan.
Penerjemah: Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Teori Pembelajaran Menurut Vygotsky. (2013). Diakses dari
595767.html. 20 September 2014.

Crain, W. (2007). Teori perkembangan, konsep dan aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.                                   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar