TEORI-TEORI KONTEKS SOSIAL
TUGAS
MAKALAH TEORI-TEORI KONTEKS SOSIAL
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN YANG DIAMPU
OLEH :
Ali
Sadikin, S.Pd, M.Pd.
Desfaur Natalia, S.Pd, M.Pd.
M.Erick Sanjaya, S.Pd, M.Pd.
Serly Zumeri, S.Pd, M.Pd.
DISUSUN
OLEH :
Kelompok
6
Dinah Alifah A1C416061
Fajrini Wimarhadin A1C416059
Yunike Elfawina A1C416053
Yesi Repwinda A1C416075
Gita Suryani A1C416021
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2017
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang
telah di tentukan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan pada
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, sampai akhir zaman. Makalah Mata Kuliah
Belajar Dan Pembelajaran yang berjudul “Teori Belajar Konteks
Sosial”
dapat terselesaikan tepat waktu.
Dengan selesainya
makalah ini tak lupa penyusun menyampaikan terimakasih pada semua pihak yang
telah membantu, menyumbangkan pikirannya, memberi kritik dan saran yang
membangun sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Akhirnya penyusun harapkan
agar hasil dari makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembelajaran selanjutnya.
Jambi, 15 Oktober 2017
Penyusun
PENDAHULUAN
Pesatnya
perkembangan globalisasi yang terjadi saat ini sangat mempengaruhi berbagai
aspek kehidupan, khususnya gaya hidup sebagian masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dengan semakin bergesernya nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru.
Menghadapi tantangan ini, sebagian masyarakat yang sangat peduli terhadap
perubahan tersebut tidak ingin ketinggalan dan akan berusaha mengimbangi
perubahan tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan belajar.
Masyarakat perlu belajar tentang pertumbuhan dan perkembangan manusia agar
dapat mengaplikasikan dirinya dengan baik di dalam kehidupan. Belajar adalah
suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan
dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti
peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan,
daya pikir, dan kemampuan lainnya. Salah satu psikolog yang terkenal dengan
teori pembelajaran adalah Albert Bandura. Teori Bandura yang sangat terkenal
adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) yang menekankan pada
komponen kognitif dari pikiran, pemahaman, dan evaluasi.
Perkembangan pengetahuan sejalan dengan perkembangan berbagai teori
belajar, karena pengetahuan salah satunya diperoleh dengan belajar, sehingga
tidak mustahil bermunculan teori-teori belajar antara lain, teori belajar kognitifisme, humanistik,
behaviorisme dan lain-lain, yang masing-masing teori mempunyai kelemahan dan
kelebihan.
Mencermati berbagai teori-teori belajar dengan segala kelebihan dan
kekurangannya, Lev Vygotsky, dalam teorinya menjelaskan pada pentingnya hubungan antara
individu dan lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan, bahwa interaksi
sosial merupakan faktor terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif
seseorang. Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara
evisien dan efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain
dalam suasana dan lingkungan yang mendukung dalam bimbingan seseorang yang
lebih mampu yaitu, guru atau orang dewasa. Dan berdasarkan teori inilah, kami
membuat makalah ini sebagai pembelajaran bagaimana teori belajar sosial itu dan
pengimplikasiaannya dalam pendidikan.
1.2 RumusanMasalah
1.2.1 Teori
Bandura
1.2.1.1.
Apakah
yang dimaksud dengan Belajar sosial?
1.2.1.2. Bagaimanakah teori belajar sosial itu?
1.2.1.3. Bagaimana eksperimen Albert Bandura?
1.2.1.4.
Apa jenis-jenis dari permodelan?
1.2.1.5.
Bagaimana karektistik-karektistik model yang efektif?
1.2.1.6. Apa kelemahan dan Kelebihan teori belajar
sosial Bandura?
1.2.1.7.
Bagaimana implikasinya dalam pendidikan dari teori belajar sosial?
1.2.2 Teori
Vygostsky
1.2.2.1. Apa yang dimaksud dengan
teori belajar konstruktivisme menurut Vygotsky?
1.2.2.2. Apa saja prinsip dan konsep yang mendasari teori
belajar konstruktivisme?
1.2.2.3. Bagaimana pembelajaran dalam teori belajar
konstruktivisme?
1.2.2.4. Apa saja kelemahan dan kelebihan teori belajar
konstruktivisme?
1.3 Tujuan
1.3.1. Teori Bandura
1.3.1.1. Memahamipengertianbelajar sosial.
1.3.1.2. Memahami teori belajar sosial.
1.3.1.3. Mengetahuieksperimen Albert Bandura.
1.3.1.4. Memahami jenis-jenis dari
permodelan.
1.3.1.5. Memahami
karektistik-karektistik model yang efektif.
1.3.1.6. Memahami kelebihan dan kelemahanteori
belajar social Bandura.
1.3.1.7. Memahami implikasi teori belajar sosial dalam pendidikan.
1.3.2 .Teori Vygostsky
1.3.2.1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivisme menurut Vygotsky.
1.3.2.2. Mengetahui prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang mendasari teori belajar
konstruktivisme.
1.3.2.3.
Mengetahui pembelajaran dalam teori belajar
konstruktivisme.
1.3.2.4.
Mengetahui kelemahan dan kelebihan teori belajar
konstruktivisme.
PEMBAHASAN
2.1.1 Pengertian Belajar Sosial
a.
Pengertian Belajar
Hamalik berpendapat bahwa belajar merupakan suatu
proses perubahan tingkah laku berkat pelatihan dan pengalaman. Belajar
merupakan suatu proses dan bukan semata-mata hasil yang hendak dicapai. Menurut
kamus umum bahasa Indonesia ditulis bahwa “ belajar: “berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu” Dari arti atau defenisi maka belajar merupakan suatu
kegiatan atau aktivitas. Menurut Wikipedia bahwa belajar adalah suatu aktivitas
yang di dalamnya terdapat sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak
mengerti menjadi mengerti, tidak bisa menjadi bisa untuk mencapai hasil yang
optimal. Berdasarkan definisi diatas maka belajar adalah suatu proses tingkah
laku yang dari awalnya tidak tahu menjadi tahu.
b.Pengertian
Sosial
Menurut Lewis sosial adalah sesuatu yang dicapai,
dihasilkan dan ditetapkan dalam interaksi sehari-hari antara warga negara dan
pemerintahannya. Menurut Peter Herman Sosial adalah sesuatu yang dipahami
sebagai suatu perbedaan namun tetap merupakan sebagai satu kesatuan.Jadi sosial
arti sempitnya berarti kemasyarakatan, dimana sosial adalah keadaan dimana
terdapat kehadiran orang lain. Kehadiran itu bisa nyata anda lihat dan anda
rasakan, namun juga bisa hanya dalam bentuk imajinasi. Setiap anda bertemu
orang meskipun hanya melihat atau mendengarnya saja, itu termasuk situasi
sosial. Begitu juga ketika anda sedang menelpon, atau chatting (ngobrol)
melalui internet.
c.Pengertian
Belajar Sosial
Berdasarkan kedua kesimpulan diatas maka belajar
sosial adalah suatu proses tingkah laku dimana kita mengamati, bahkan meniru
suatu pola perilaku orang lain (masyarakat) yang awalnya tidak tahu
menjadi tahu. Menurut Alex Sobur (2003) sendiri Belajar sosial adalah belajar
yang bertujuan memperoleh ketrampilan dan pemahaman terhadap masalah-masalah
sosial, penyesuaian terhadap nilai-nilai sosial dan sebagainya. Termasuk
belajar jenis ini misalnya belajar memahami masalah keluarga, masalah
penyelesaian konflik antar etnis atau antar kelompok, dan masalah-masalah lain
yang bersifat sosial.
2.1.2 Teori Belajar Sosial
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori
pembelajaran social (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam
aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari pikiran,
pemahaman dan evaluasi. Iaseorang
psikologi yang terkenal dengan teori belajar social atau kognitif social serta
efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang
menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa
disekitarnya.
Teori
kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert
Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku
memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/
penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, factor social mencakup pengamatan
siswa terhadap perilaku orang tuanya. Albert Bandura merupakan salah satu
peracang teori kognitif social. Meourut Bandura ketika siswa belajar mereka
dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif.
Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari
tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini
bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan
mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif
mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak punya kecenderungan kognitif
terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup
ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
Gambar 2.1: Hubungan antara
tingkah laku (behavioristic), person/kognitif, dan Lingkungan belajar (Learning
environment) menurut Bandura.
Teori Belajar Sosial (Social Learning) oleh Bandura
menekankan bahwa kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara
respon-respon tertentu pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu
sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui
pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu – individu lain
yang menjadi model. Bandura menyatakan bahwa orang belajar banyak perilaku
melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun
yang diterima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan
terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut.
Proses belajar semacam ini disebut "observational learning"
atau pembelajaran melalui pengamatan. Selama jalannya Observational
Learning, seseorang mencoba melakukan tingkah laku yang dilihatnya dan reinforcement/
punishment berfungsi sebagai sumber informasi bagi seseorang mengenai
tingkah laku mereka.
Teori belajar sosial ini menjelaskan bagaimana
kepribadian seseorang berkembang melalui proses pengamatan, di mana orang
belajar melalui observasi atau pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama
pemimpin atau orang yang dianggap mempunyai nilai lebih dari orang lainnya. Istilah
yang terkenal dalam teori belajar sosial adalah modeling (peniruan). Modeling
lebih dari sekedar peniruan atau mengulangi perilaku model tetapi modeling
melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati,
menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif.
Menurut
Bandura (1986) mengemukakan empat komponen dalam proses belajar meniru
(modeling) melalui pengamatan, yaitu:
1.
Atensi/ Memperhatikan
Sebelum
melakukan peniruan terlebih dahulu, orang menaruh perhatian terhadap model yang
akan ditiru. Keinginan untuk meniru model karena model tersebut memperlihatkan
atau mempunyai sifat dan kualitas yang hebat, yang berhasilk, anggun, berkuasa
dan sifat-sifat lain. Dalam hubungan ini Bandura memberikan contoh mengenai pengaruh
televisi dengan model-modelnya terhadap kehidupan dalam masyarakat, terutama
dalam dunia anak-anak.
Keinginan
memperhatikan dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan dan minat-minat pribadi.
Semakin ada hubungannya dengan kebutuhan dan minatnya, semakin mudah tertarik
perhatiannya; sebaliknya tidak adanya kebutuhan dan minat, menyebabkan
seseorang tidak tertarik perhatiannya.
2.
Retensi/ Mengingat
Setelah memperhatikan
dan mengamati suatu model, maka pada saat lain anak memperlihatkan tingkah laku
yang sama dengan model tersebut. Anak melakukan proses retensi atau mengingat
dengan menyimpan memori mengenai model yang dia lihat dalam bentuk
simbol-simbol. Bandura mengemukakan kedekatan dalam rangsang sebagai faktor
terjadinya asosiasi antara rangsang yang satu dengan rangsang yang lain
bersama-sama. Timbulnya satu ingatan karena ada rangsang yang menarik ingatan
lain untuk disadari karena kualitas rangsang-rangsang tersebut kira-kira sama
atau hampir sama dan ada hubungan yang dekat.
Bentuk simbol-simbol
yang diingat ini tidak hanya diperoleh berdasarkan pengamatan visual, melainkan
juga melalui verbalisasi. Ada simbol-simbol verbal yang nantinya bisa
dtampilkan dalam tingkah laku yang berwujud. Pada anak-anak yang kekayaan
verbalnya masih terbatas, maka kemampuan meniru hanya terbatas pada kemampuan
mensimbolisasikan melalui pengamatan visual.
3.
Memproduksi gerak motorik
Supaya
bisa mereproduksikan tingkah laku secara tepat, seseorang harus sudah bisa
memperlihatkan kemampuan–kemampuan motorik. Kemampuan motorik ini juga meliputi
kekuatan fisik. Misalnya seorang anak mengamati ayahnya mencangkul di ladang.
Agar anak ini dapat meniru apa yang dilakukan ayahnya, anak ini harus sudah
cukup kuat untuk mengangkat cangkul dan melakukan gerak terarah seperti ayahnya.
4.
Ulangan – penguatan dan motivasi
Setelah seseorang melakukan
pengamatan terhadap suatu model, ia akan mengingatnya. Diperlihatkan atau
tidaknya hasil pengamatan dalam tingkah laku yang nyata, bergantung pada
kemauan atau motivasi yang ada. Apabila motivasi kuat untuk memperlihatkannya,
misalnya karena ada hadiah atau keuntungan, maka ia akan melakukan hal itu,
begitu juga sebaliknya. Mengulang suatu perbuatan untuk memperkuat perbuatan
yang sudah ada, agar tidak hilang, disebut ulangan– penguatan.Dalam tumbuh
kembang anak, teori ini sangat berguna sebagai bentuk acuan pembelajaran yang
tepat untuk anak. Orang tua, guru, atau pihak-pihak lain dapat mengoptimalkan
tumbuh kembang anak dengan menerapkan teori ini. mereka dapat lebih memahami
tindakan apa yang pantas atau tidak untuk ditunjukkan kepada anak sebagai
bentuk pembelajaran dan pembentukan pola tingkah laku diri.
2.1.3 EksperimenAlbert Bandura
Eksperimen yang
sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru
seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya. Albert Bandura seorang tokoh teori belajar social ini
menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan
dengan menggunakan pendekatan “permodelan “. Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek
perhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan
aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang optimum kepada
pemahaman pelajar.
Eksperimen Pemodelan Bandura :
KUMPULAN A = Disuruh memerhati sekumpulan orang dewasa memukul, menumbuk, menendang dan menjerit kearah patung besar Bobo.
Hasil = Meniru apa yang dilakukan orang dewasa malahan lebih agresif.
KUMPULAN B = Disuruh memerhati sekumpulan orang dewasa bermesra dengan patung besar Bobo.
Hasil = Tidak menunjukkan sebarang tingkah laku agresif seperti kumpulan
Rumusan:
Tingkah laku kanak-kanak dipelajari melalui peniruan/
permodelan.
Hasil keseluruhan eksperimen:
Kumpulan A menunjukkan tingkah laku lebih agresif dari orang dewasa. B tidak menunjukkan tingkah laku agresif.
RUMUSAN:
Tingkah laku peniruan/permodelan adalah hasil dari peneguhan.
Gambar2.3 : Gambar Pemodelan Albert Bandura
Subjek terdiri dari pada kanak-kanak pra sekolah. Subjek dalam kumpulan eksperim mental didedahkan kepada model manusia sebenar, kartun atau model dalam film yang terlibat dengan tingkah laku agresif terhadap patung
(doll) plastik yang besar. Subjek-subjek itu mungkin memukul dengan kayu, menendang atau menumbuk patung plasktik itu. Manakala dalam kumpulan kawalan, subjek melihat model-model yang sama tidak melakukan apa-apa pun terhadap patung plastik.
Hasil kajian menunjukkan bahawa kanak-kanak dalam kumpulan eksperimen mempamerkan tingakahlaku agresif apabila dibiarkan bersama patung plasti berkenaan.
2.1.4 Jenis-jenis Permodelan
Jenis – jenis permodelan:
1. Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan
teori pembelajaran social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah
adanya modeling , yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau
mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu
dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh
model melalui proses perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.
2. Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi
atau perhatian secara tidak langsung. Contoh : Meniru watak yang dibaca dalam
buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3. Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara
menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak
langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai
daripada buku yang dibacanya.
4. Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk
situasi tertentu saja. Contoh : Meniru Gaya
Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5. Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam
situasi apapun. Contoh : Pelajar
meniru gaya bahasa gurunya.
Hal lain yang
harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip -prinsip
sebagai berikut :
1. Tingkat
tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak
awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses
mengingat akan lebih baik dengan cara perilaku yang ditiru dituangkan dalam
kata – kata, tanda atau gambar daripada hanya melihat saja. Sebagai contoh :
Belajar gerakan tari dari pelatih memerlukan pengamatan dari berbagai sudut
yang dibantu cermin dan seterusnya ditiru oleh para pelajar pada masa yang
sama, kemudian proses meniru akan efisien jika gerakan tari tadi juga didukung
dengan penayangan video, gambar, atau kaedah yang ditulis dalam buku panduan.
2. Individu lebih
menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan
menyukai perilaku yang ditiru jika model tersebut disukai dan dihargai serta
perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Teori belajar
social dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik
dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi tingkah
laku. Proses belajar masih berpusat pada penguatan, hanya terjadi secara
langsung dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sebagai contoh : Penerapan
teori belajar social dalam iklan sabun ditelevisi. Iklan selalu menampilkan
bintang – bintang yang popular dan disukai masyarakat, hal ini untuk mendorong
konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para “bintang “.
Motivasi banyak
ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan
karakteristik modelnya. Ciri – cirri model seperti usia, status social, seks,
keramahan, dan kemampuan, penting dalam menentukan tingkat imitasi. Anak – anak
lebih senang meniru model seusianya daripada model dewasa. Anak – anak juga
cenderung meniru model yang sama prestasinya dalam jangkauannya. Anak – anak
yang sangat dependen cenderung imitasi model yang dependennya lebih ringan.
Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan observernya.
2.1.5. Karakteristik
Model yang Efektif
Menurut Jeanne Ellis ormrod (2008) ada 4
karakteristik dari beberapa model yaitu:
1.Kompetensi:pembelajar
biasanya meniru orang-orang yang melakukan sesuatu dengan baik, bukan
sebaliknya. Mereka akan mencoba meniru keterampilan bermain bola dariseorang pemain bola professional yang
sudah punya skill. Pembelajar mendapatkan manfaat tidak hanya dari mengamati
apa yang dilakukan oleh model kompeten, melainkan juga dari melihat hasil dari
hasil akhir yang telah diciptakan oleh model yang kompeten tersebut.
2.Prestise
dan kekuasaan:Anak-anak remaja sering meniru orang yang terkenal atau
orang yang berkuasa. Beberapa model yang efektif, pemimpin dunia, atlet
terkenal, bintang rock popular adalah orang-orang yang terkenal di tingkat
nasional maupun internasional. Jadi, selain sendiri mencontohkan perilaku yang
diharapkan sebaiknya memajan (expose) siswa dengan berbagai model yang mungkin
mereka anggap kompeten dan berprestise.
3.Perilaku
“Sesuai-Jender”:Pembelajar paling mungkin mengadopsi perilaku yang
mereka anggap sesuai dengan jender mereka. Individu yang berbeda, tentu saja,
bisa mendefinisikan yang sesuai jender dengan agak berbeda. Sebagai contoh,
beberapa anak perempuan mungkin menjauhkan diri dari berkarir di bidang
matematika, yang mereka rasa terlalu maskulin.
4.Perilaku
yang relevan dengan situasi pembelajar sendiri: pembelajar paling
mungkin mengadopsi perilaku yang mereka yakini akan membantu mereka dalam
situasi mereka. Sebagai contoh, seseorag siswa sekolah menengah lebih mungkin
meniru cara berpakaian teman-teman sekelasnya yang popular jika dia berpikir
dia dapat menjadi popular dengan mengenakan pakaian semacam itu.
Banyak
penelitian telah dilakukan mengenai dampak model pada tiga area:
keterampilan akademis (academic skilss), agresi (aggression), dan
perilaku intrapersonal (interpersonal behaviors).
1. Keterampilan
Akademis (academic skills)
Siswa
mempelajari banyak keterampilan akademis, setidaknya sebagian, dengan mengamati
apa yang dilakukan orang lain. Misalnya, mereka mungkin belajar bagaimana
memecahkan soal pembagian yang panjang atau menulis karangan yang kohesif
sebagian dengan mengamati bagaimana guru dan teman mereka melakukan hal
tersebut. Pemodelan keterampilan akademik secara khusus dapat efektif ketika
model memperagakan tidak hanya bagaimana melakukan suatu tugas, tapi juga
bagaimana memikirkan tugas tersebut.
2.Agresi (aggression)
Banyak kajian penelitian telah menunjukkan bahwa
anak-anak menjadi lebih agresif ketika mereka mengamati model yang agresif atau
berperilaku kasar. Anak-anak mempelajari agresi tidak hanya dari model hidup (live
models), tapi juga dari model simbolik (symbolic models) yang mereka
lihat di film, televise, atau video game.
3.Perilaku
Interpersonal
Dengan mengamati dan
meniru orang lain, pembelajar mendapatkan banyak keterampilan interpersonal.
Sebagai contoh, dalam kelompok kecil dengan teman-teman kelas, anak-anak bias
mengadopsi strategi satu sama lain untuk melakukan diskusi mengenai
kesusasteraan, mungkin belajar bagaimana meminta pendapat satu sama lain
(“Bagaimana menurutmu, Jalisha?”), mengepresikan persetujuan atau
ketidaksetujuan (“aku setuju dengan kordel karena …… “), dan membenarkan suatu
sudut pandang (“aku pikir hal itu sebaiknya tidak diperbolehkan, karena ……”).
2.1.6 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Sosial Bandura
a. Kelebihan
Teori Albert Bandura
lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena itu menekankan
bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif
orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata – mata
reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul
akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning (
pembiasan merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan belajar
social menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan
anak – anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan
anak – anak, faktor social dan kognitif.
b. Kelemahan
Teori pembelajaran
Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori behavioristik.
Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan tingkah
laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam
mendalami sesuatu yang ditiru. Selain itu juga, jika manusia belajar atau
membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan ( modeling ), sudah
pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan
meniru tingkah laku yang negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima
dalam masyarakat.
2.1.7 Implikasi Teori Belajar Sosial dalam Pendidikan
Berdasarkan
Teori Pembelajaran Sosial yang dipelopori oleh Albert Bandura, pemerhati akan
meniru setiap tingkah laku 'model' sekiranya tingkah laku model tersebut
mempunyai ciri-ciri seperti bakat, kecerdasan, kuasa, kecantikan atau pun
populariti yang diminati oleh pemerhati.Sudah tentu, sebagai seorang guru, kita sewajarnya turut
mempunyai sedikit / sebanyak mengenai ciri-ciri yang disebutkan di atas. Ia
secara tidak langsung amat berkait rapat terhadap proses pengajaran dan
pembelajaran.
Antara
implikasi yang berkait rapat dengan Teori Pembelajaran Sosial terhadap pengajaran
dan pembelajaran yang pertama ialah sebagaiseorang guru, amat penting bagi kita
memberi setiap orang murid peluang untuk memerhati dan mencontohi berbagai
jenis model yang menunjukkan tingkah laku yang diingini. Oleh yang demikian, kita hendaklah memastikan
bahawa kita sendiri boleh menunjukkan tingkahlaku yang boleh diteladani serta
memaklumkan kepada anak murid berkenaan kesan sesuatu tingkah laku yang tidak
bermoral, melanggar norma-norma masyarakat dan undang-undang, bersifat
eksploitasi dan manipulasi dan sebagainya. Kedua, kita sebagai guru perlu
memastikan dan berusaha menyediakan persekitaran sosial yang kondusif agar
modeling boleh berlaku. Perkara seperti memberi insentif, pengukuhan dan
sokongan moral seharusnya diberi kepada murid-murid secara terus menerus bagi
menggalakkan berlakunya tingkahlaku yang baik dalam kalangan murid-murid pada
masa kini.
Selain
itu, persembahan pengajaran seseorang guru seharusnya tersusun dan dapat
menarik minat dan perhatian murid-murid serta seharusnya dapat dijadikan model
untuk diikuti oleh mereka. Guru
mestilah senantiasa mahir dalam komunikasi agar setiap kali sesi
demonstrasi pembelajaran di dalam kelas jelas,dapat dipahami dan dapat diikuti
oleh murid dengan mudah dan tepat. Contohnya, jika guru mengajar cara-cara
untuk menghasilkan lukisan, guru mestilah menerangkan dahulu langkah-langkahnya
agar ia dapat diikuti oleh murid secara mudah.
Menurut Jeanne
Ellis Ormrod (2008) yang membagi-bagi implikasi teori belajar sosial ke dalam 5
bagian berdasarkan asumsi-asumsi dasar teori kognitif sosial yaitu:
2.2 Teori Vygostsky
2.2.1. Latar Belakang Tokoh
Nama lengkap Vygotsky adalah Lev Semonovich Vygotsky yang lahir tahun 1896
di Tsarist Russia, di suatu kota Orscha, Belorussia, dari keluarga kelas
menengah Keturunan Yahudi. Dia tumbuh dan besar di Gomel, suatu kota
sekitar 400 mil bagian barat Moscow. Sewaktu dia masih muda, dia tertarik pada
studi-studi kesusasteraan, analisis sastra, menjadi seorang penyair dan
Filosof.
Memasuki usia 18 tahun, dia menulis suatu ulasan
tentang Shakespeare’s Hamlet yang kemudian dimasukkan dalam satu dari berbagai
tulisannya mengenai psikologi. Dia memasuki sekolah kedokteran di Universitas
Moscow dan dalam waktu yang tidak lama kemudian dia pindah ke sekolah hukum
sambil mengambil studi kesusasteraan pada salah satu universitas swasta. Dia
menjadi tertarik pada psikologi pada umur 28 tahun.
Vygotsky mengajar kesusasteraan di suatu sekolah
Provinsi, sebelum memberi kuliah psikologi pada suatu sekolah keguruan. Dia
dipercaya membawakan kuliah psikologi walaupun secara formal tidak pernah
mengambil studi psikologi. Dari sinilah dia semakin tertarik dengan kajian
psikologi sehingga menulis disertasi Ph.D. mengenai ”Psychology of Art” di
Moscow Institute of Psychology pada tahun 1925.
Vygotsky bekerja kolaboratif bersama Alexander Luria
and Alexei Leontiev dalam membuat dan menyusun proposal penelitian yang
sekarang ini dikenal dengan pendekatan Vygotsky. Selama hidupnya Vygotsky
mendapat tekanan yang begitu besar dari pemegang kekuasaan dan para penganut
idelogi politik di Rusia untuk mengadaptasi dan mengembangkan teorinya.
Setelah dia meninggal pada usia yang masih dibilang
sangat muda (38 tahun), pada tahun 1934 akibat menderita penyakit tuberculosis
(TBC), barulah seluruh ide dan teorinya diterima oleh pemerintah dan tetap
dianut dan dipelajari oleh mahasiswanya. Kepeloporannya dalam meletakkan dasar
tentang psikologi perkembangan telah banyak mempengaruhi sekolah pendidikan di
Rusia yang kemudian teorinya berkembang dan dikenal luas di seluruh dunia
hingga saat ini.
2.2.2 Pengertian Teori Belajar Menurut Vygotsky
Konstruktivisme adalah sebuah epistemologi atau
penjelasan filosofis tentang sifat pembelajaran. Para teoritis mengemukakan
bahwa pengetahuan tidak diatur dalam diri seseorang tetapi terbentuk dalam
dirinya. Dasar pemikiran inti konstruktivisme adalah proses kognitif
ditempatkan dalam konteks fisik dan sosial.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal
berkaitan dengan teori konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget.
Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori
perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak
untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir
hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi
dengan ciri-ciri tertentu. Sebagai contohnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Schunk, 2012). Selanjutnya, Piaget
juga menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak
melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru
dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran
karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat
(Schunk, 2012). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental
yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau
memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno,
1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang
menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan
lingkungan sosial. Lingkungan sosial memengaruhi kognisi melalui objek
kultural, bahasa, simbol-simbol, dan institusi sosial. Konsep utamanya
adalah zone of proximal development (ZPD) yaitu, jarak antara
tingkat perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang
ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa
atau teman sebaya yang lebih mampu.
Teori Vygotsky yang lain adalah “scaffolding“. Scaffolding adalah
memberikan kepada anak bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan
kemudian mengurangi bantuan tersebut serta memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu
mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk,
peringatan, dorongan, serta menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang
memungkinkan siswa dapat mandiri.
Sulit mengevaluasi kontribusi teori Vygotsky dalam
pembelajaran karena kebanyakan penelitian masih terbilang baru dan banyak
aplikasi pendidikan yang bukan merupakan bagaian dari teori, tetapi tamapak
sesuai dalam konteks teori tersebut. Aplikasi yang mencerminkan ide Vygotsky
adalah pemberian bantuan pengajaran, pengajaran timbal balik, kerja sama dengan
teman sebaya, dan praktik magang.
2.2.3. Prinsip dan Konsep Teori Belajar Konstruktivisme
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky
didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami
bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua,
perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol
yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan
memecahkan masalah, dengan demikian perkembangan kognitif anak
mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem
ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan
empat prinsip seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:
1.
Pembelajaran sosial (social leaning)
Merupakan pendekatan
pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky
menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa
atau teman yang lebih cakap.
2.
ZPD (zone of proximal development).
Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan
baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat
memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah
mendapat bantuan orang dewasa atau temannya. Vygotsky percaya bahwa anak akan
jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Vygotsky membedakan
antara actual development dan potential
development pada anak.Actual development menentukan
apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau
guru. Sedangkan potensial developmentmembedakan apakah seorang anak
dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau
kerjasama dengan teman sebaya. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan
Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial
development, di mana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu
tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu
dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
3.
Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship).
Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi
sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang
lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai.
4.
Pembelajaran Termediasi (mediated learning).
Vygostky menekankan pada scaffolding.Siswa
diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan
secukupnya dalam memecahkan masalah siswa.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah
bahwa dalam proses pembelajaran, siswa yang harus aktif mengembangkan
pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Siswa harus
bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Kreativitas dan
keaktifan akan membantu siswa untuk berdiri sendiri dalam kehidupan
kognitif sehingga belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu
merupakan adaptasi berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi
dengan teman sekelas, yang kemudian di implementasikan dan dijadikan ide
untuk pengembangan konsep baru.
Aliran psikologi yang dipegang oleh Vygotsky lebih
mengacu pada kontruktivisme karena ia lebih menekankan pada hakikat
pembelajaran sosiokultural. Dalam analisisnya, perkembangan kognitif
seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga
ditentukan oleh lingkungan sosial secara aktif.
2.2.4. Pembelajaran dalam Teori Belajar Konstruktivisme
Belajar dalam konsep sebuah setting konstruktivis
bukan berarti membiarkan siswa melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Dalam
kelas konstruktivis, difokuskan untuk mengatur lingkungan pembelajaran yang
dapat membangun pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa secara
efektif (Schunk, 2003). Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme
adalah:
1.
Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan
dalam dunia sebenarnya
2.
Menyokong pembelajaran secara kooperatif
3.
Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa
4.
Mengajak siswa aktif dalam pembelajaran.
5.
Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil
pembelajaran.
6.
Mendorong siswa agar mampu melakukan penyelidikan.
7.
Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
8.
Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu yang alami pada siswa.
9.
Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
10. Menekankan pentingnya bagaimana siswa belajar.
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam
belajar mengajar adalah:
1.
Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2.
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3.
Murid aktif mengkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
4.
Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.
5.
Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6.
Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
7.
Menciptakan lingkungan kelas sebagai kelompok yang mendukung interaksi
social.
8.
Guru menjadi model, motivator dan fasilitator bagi anak
9.
Membangun hubungan dengan semua anak dalam kelompok atau dengan anak secara
perseorangan.
10.
Guru atau orang dewasa harus memiliki kemampuan yang diperlukan untuk
memberi pijakan tepat bagi anak.
2.2.5. Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Konstruktivisme
1. Kelebihan
a)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara
eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri.
b)
Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki
siswa sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang
fenomena yang menantang siswa.
c)
Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat
mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model
dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
d)
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa
terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai
konteks.
e)
Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari
kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan
gagasan mereka.
f)
Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa
mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu
jawaban yang benar.
2. Kelemahan
a)
Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga
menyebabkan miskonsepsi.
b)
Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri,
hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan
penanganan yang berbeda-beda.
c)
Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua
sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas
siswa.
PENUTUP
Kesimpulan
yang dapat diambil dari Makalah ini
yaitu sebagai berikut:
·
Teori bandura merupakan teori belajar sosial yang merupakan suatu proses tingkah laku dimana kita
mengamati, bahkan meniru suatu pola perilaku orang lain (masyarakat) yang
awalnya tidak tahu menjadi tahu.
·
Teori kognitif sosial (social
cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa
faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku memainkan peran penting dalam
pembelajaran. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang
terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan.
·
Ada lima jenis-jenis teori permodelan
alber bandura yaitu Peniruan Langsung Peniruan Tak Langsung, Peniruan Gabungan,
Peniruan Sesaat / seketika. Dan Peniruan Berkelanjutan.
·
Beberapa karakteristik dari model yang
efektif untuk ditiru adalah Kompetensi, Prestise dan kekuasaan, Perilaku “Sesuai-Jender”,
dan Perilaku yang relevan dengan situasi pembelajar sendiri. Mungkin dari orang
yang anda tiru, ada ciri-ciri seperti diatas.
·
Kekurangan dari teori pembelajaran
sosial yaitu adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam
mendalami sesuatu yang ditiru. Sedangkan kelebihan dari teori ini adalah lebih
lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena itu menekankan bahwa
lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif orang
tersebut.
·
Implikasi Teori belajar sosial dalam
pendidikan adalah hendaklah memastikan bahwa kita sendiri boleh menunjukkan
tingkahlaku yang boleh diteladani serta memaklumkan kepada anak murid berkenaan
kesan sesuatu tingkah laku yang tidak bermoral, sebagai guru perlu memastikan
dan berusaha menyediakan persekitaran sosial yang kondusif agar modeling boleh
berlaku, dan Selain itu, persembahan pengajaran seseorang guru seharusnya
tersusun dan dapat menarik minat dan perhatian murid-murid serta seharusnya
dapatdijadikan model untuk diikuti oleh mereka.
·
Yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivisme menurut Vygotsky adalah
pentingnya menekankan interaksi individu dengan lingkungan social.
·
Prinsip yang mendasari teori belajar konstruktivisme menurut Vygotsky yaitu
Pembelajaran Sosial (Social Learning),Zone of Proximal Development (ZPD), Masa
magang kognitif (cognitif apprenticeship), dan Pembelajaran termediasi
(mediated learning), sedangkan konsep dari teori belajar konstruktivisme yaitu
Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development),Zona
perkembangan proksimal (Zone of Proximal Development), dan Mediasi.
·
Pembelajaran dalam teori belajar konstruktivisme itu fokus untuk
mengatur lingkungan pembelajaran yang dapat membangun pengetahuan dan
keterampilan yang baru bagi siswa secara efektif (Schunk, 2003).
·
Kelebihan teori belajar konstruktivisme yaitu memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit, memberi pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, memberi siswa kesempatan
untuk berpikir tentang pengalamannya, memikirkan perubahan gagasan mereka,
memberikan lingkungan belajar yang kondusif sedangkan kelemahan dari teori
belajar konstruktivisme yaitu hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil
konstruksi para ahli, membutuhkan waktu yang lama membangun pengetahuannya
sendiri, dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.
Saran yang ingin kami
sampaikan adalah bahwa kita sebagai pembelajar maupun yang nantinya akan
menjadi model (contoh), hendaknya bersikap mengikuti sikap dan perilaku orang lain yang baik. Kita
harus
selektif
dalam
menirukan
karena
kita
akan
ditiru
oleh
peserta
didik
kita, sehingga
apabila
kita
salah
bertindak
akan
berpengaruh
buruk pula pada
peserta
didik.
Ormrod,
Jeanne. E. 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh Berkembang.
Jakarta: Erlangga
Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi
Belajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Afni, Ulul. (2012). Teori Konstruktivisme
menurut Vygotsky. Diakses dari
20
September 2014.
Schunk, Dale H. (2012). Teori-teori
Pembelajaran: Perspektif Pendidikan.
Penerjemah: Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Teori Pembelajaran Menurut Vygotsky. (2013). Diakses dari
Crain, W. (2007). Teori perkembangan, konsep
dan aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.